Belajar tentang BPJS (1)
Kali ini saya mendapat tugas untuk mempelajari BPJS.
Apa itu BPJS?
BPJS merupakan kependekan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (saya singkat UU No. 40/2004 tentang SJSN):
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Terus terang saya masih awam tapi saya mencoba mempelajarinya perlahan.
Apa yang dimaksud dengan jaminan sosial?
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 40/2004 tentang SJSN:
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak .
Jika pengertian dari Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 1 UU No. 40/2004 tentang SJSN tersebut dirangkai, maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak .
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (saya singkat UU No. 40/2004 tentang SJSN) menegaskan:
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang.
Lalu undang-undang mengenai pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial itu sendiri nomor berapa?
Saat saya menulis ini, undang-undang mengenai pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial belum “dilahirkan” tetapi sedang dalam proses “akan segera dilahirkan”. Apa maksudnya? Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional merupakan salah satu RUU dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2010.
Sebelum mengenal BPJS lebih jauh, saya akan mempelajari UU No. 40/2004 tentang SJSN dahulu. Untuk mendapatkan gambaran ringkas dari UU No. 40/2004 tentang SJSN, saya coba membuat sistematika UU No. 40/2004 tentang SJSN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
BAB III
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
BAB IV
DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
BAB V
KEPESERTAAN DAN IURAN
BAB VI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Jenis Program Jaminan Sosial
Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan
Bagian Ketiga
Jaminan Kecelakaan Kerja
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua
Bagian Kelima
Jaminan Pensiun
Bagian Keenam
Jaminan Kematian
BAB VII
PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Belajar mengenal BPJS belum selesai. Bersambung ya …
Bahan Pustaka:
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2010. Keputusan DPR RI No. 41B/DPR RI/2009-2010.
Indonesia. Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. UU No. 40 Tahun 2004, LN No. 150 Tahun 2004, TLN No. 4456.
Sistematika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II ASAS DAN TUJUAN
BAB III PENGUASAAN MINERAL DAN BATUBARA
BAB IV KEWENANGAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
BAB V WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu Umum
Bagian Kedua Wilayah Usaha Pertambangan
Bagian Ketiga Wilayah PertambanganRakyat
Bagian Keempat Wilayah Pencadangan Negara
BAB VI USAHA PERTAMBANGAN
BAB VII IZIN USAHA PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu Umum
Bagian Kedua IUP Eksplorasi
Bagian Ketiga IUP Operasi Produksi
Bagian Keempat Pertambangan Mineral
Paragraf 1 Pertambangan Mineral Radioaktif
Paragraf 2 Pertambangan Mineral Logam
Paragraf 3 Pertambangan Mineral Bukan Logam
Paragraf 4 Pertambangan Batuan
Bagian Kelima Pertambangan Batubara
BAB VIII PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN
BAB IX IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT
BAB X IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
BAB XI PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
BAB XII DATA PERTAMBANGAN
BAB XIII HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Hak
Bagian Kedua Kewajiban
BAB XIV PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
BAB XV BERAKHIRNYA IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
BAB XVI USAHA JASA PERTAMBANGAN
BAB XVII PENDAPATAN NEGARA DAN DAERAH
BAB XVIII PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
BAB XIX PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu Pembinaan dan Pengawasan
Bagian Kedua Perlindungan Masyarakat
BAB XX PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Bagian Kesatu Penelitian danPengembangan
Bagian Kedua Pendidikan dan Pelatihan
BAB XXI PENYIDIKAN
BAB XXII SANKSI ADMINISTRATIF
BAB XXIII KETENTUAN PIDANA
BAB XXIV KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XXV KETENTUAN PERALIHAN
BAB XXVI KETENTUAN PENUTUP
Untuk mengetahui UU No. 4 Tahun 2009 yang lengkap, klik –> ini dan itu
Mengetahui Sekilas Latar Belakang dan Isi Undang-Undang
1. Memperhatikan nama uu
Misalnya, mendapat tugas mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Oh nama uu nya “perfilman”! Lho itu bukannya “judul uu”? Kalau judul itu lengkap, mulai dari uu-nomor-tahun-tentang-nama, contoh “Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman”
2. Melihat apakah nama uu tersebut didefinisikan dalam BAB I KETENTUAN UMUM. Kalau ternyata didefinisikan, pahami maksudnya.
Ternyata “perfilman” dalam BAB I Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, didefinisikan “seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film”.
3. Kalau nama uu tidak didefinisikan, tidak ada salahnya melihat istilah lain (sekaligus definisinya) yg ada dalam BAB I KETENTUAN UMUM krn biasanya istilah-istilah itu merupakan istilah yang digunakan berulang-ulang dalam uu tersebut.
4. Membaca konsiderans (“Menimbang: a. … dst”) karena di dalamnya terdapat latar belakang atau alasan mengapa uu tersebut dibuat.
5. Membaca Penjelasan Umum karena biasanya bagian tersebut merupakan penjabaran dari konsiderans.
6. Membuat sistematika UU
Pada halaman depan sebuah buku, biasanya terdapat daftar isi yang memudahkan pembaca melihat sistematika buku tersebut. Namun uu tidak memiliki daftar isi, sehingga saya harus menuliskan sistematika uu tersebut.
Contoh Sistematika Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II DASAR, ARAH, DAN TUJUAN
BAB III FUNGSI DAN LINGKUP
BAB IV USAHA PERFILMAN
Bagian Pertama Umum
Bagian Kedua Pembuatan Film
Bagian Ketiga Jasa Teknik Film
Bagian Keempat Ekspor Film
Bagian Kelima Impor Film
Bagian Keenam Pengedaran Film
Bagian Ketujuh Pertunjukan dan
Penayangan Film
BAB V SENSOR FILM
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB VII PEMBINAAN PERFILMAN
BAB VIII PENYERAHAN URUSAN
BAB IX PENYIDIKAN
BAB X KETENTUAN PIDANA
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Komentar Terbaru